14 Manfaat Puasa, Terungkap Rahasia Turun Berat Badan Sehat – E-Jurnal

maharani

Praktik menahan diri dari konsumsi makanan dan minuman selama periode waktu tertentu telah diamati sejak zaman kuno, tidak hanya sebagai bagian dari tradisi spiritual tetapi juga karena potensi dampaknya terhadap kesehatan fisik.

Fenomena ini memicu serangkaian adaptasi fisiologis dalam tubuh, di mana metabolisme beralih dari penggunaan glukosa sebagai sumber energi utama menjadi pemanfaatan cadangan lemak.

Pergeseran metabolik ini, yang dikenal sebagai ketosis, merupakan inti dari banyak perbaikan kesehatan yang dilaporkan.

Oleh karena itu, istilah yang relevan merujuk pada serangkaian efek positif dan perbaikan fungsional yang terjadi pada sistem biologis manusia sebagai respons terhadap pembatasan asupan kalori secara terencana dan terkontrol.

manfaat puasa bagi kesehatan tubuh

  1. Peningkatan Sensitivitas Insulin dan Pengelolaan Gula Darah

    Puasa intermiten secara konsisten menunjukkan kemampuan untuk meningkatkan sensitivitas insulin, suatu faktor krusial dalam pencegahan dan pengelolaan diabetes tipe 2.

    Ketika tubuh berpuasa, kadar glukosa dalam darah menurun, yang pada gilirannya mengurangi kebutuhan pankreas untuk memproduksi insulin.

    Penurunan beban kerja insulin ini memungkinkan sel-sel tubuh menjadi lebih responsif terhadap hormon tersebut, sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel dengan lebih efisien untuk digunakan sebagai energi.

    Fenomena ini membantu menstabilkan kadar gula darah dan mengurangi risiko hiperglikemia kronis.

    Studi yang diterbitkan dalam Cell Metabolism oleh Dr. Valter Longo dan timnya telah menyoroti bagaimana puasa memicu penurunan kadar insulin dan faktor pertumbuhan mirip insulin 1 (IGF-1).

    Penurunan ini tidak hanya berkontribusi pada peningkatan sensitivitas insulin tetapi juga berpotensi memperlambat proses penuaan seluler.

    Peningkatan sensitivitas insulin sangat penting karena resistensi insulin merupakan akar penyebab banyak kondisi metabolik, termasuk sindrom metabolik dan penyakit jantung. Dengan demikian, puasa menawarkan pendekatan non-farmakologis yang efektif untuk memperbaiki profil metabolik.

    Lebih lanjut, dampak positif puasa terhadap kontrol glikemik juga terlihat pada pengurangan kadar hemoglobin terglikasi (HbA1c) pada individu dengan prediabetes dan diabetes tipe 2.

    Pengaturan pola makan melalui puasa membantu tubuh beradaptasi untuk menggunakan cadangan energi lain, seperti keton, yang juga memiliki efek positif pada metabolisme glukosa.

    Konsistensi dalam praktik puasa, di bawah pengawasan medis, dapat menjadi strategi yang kuat untuk menjaga homeostasis glukosa dan mencegah komplikasi jangka panjang yang terkait dengan disregulasi gula darah.

  2. Penurunan Berat Badan dan Lemak Tubuh

    Salah satu manfaat puasa yang paling dikenal adalah kemampuannya untuk memfasilitasi penurunan berat badan dan komposisi lemak tubuh.

    Selama periode puasa, tubuh mengalihkan sumber energinya dari glukosa ke lemak yang tersimpan, sebuah proses yang dikenal sebagai lipolisis.

    Mekanisme ini secara langsung berkontribusi pada pengurangan massa lemak, terutama lemak visceral yang berbahaya di sekitar organ.

    Pembatasan kalori yang terjadi secara alami selama puasa juga merupakan faktor kunci dalam menciptakan defisit energi yang diperlukan untuk penurunan berat badan.

    Youtube Video:


    Penelitian yang diulas dalam Journal of Obesity and Weight Loss Therapy menunjukkan bahwa puasa intermiten dapat lebih efektif daripada pembatasan kalori harian konvensional untuk beberapa individu, terutama karena kepatuhan yang lebih mudah.

    Selain itu, puasa dapat meningkatkan pelepasan hormon pertumbuhan manusia (HGH), yang mendukung pemeliharaan massa otot selama penurunan berat badan.

    Ini penting untuk memastikan bahwa berat badan yang hilang adalah lemak, bukan otot, yang merupakan komponen vital untuk metabolisme yang sehat.

    Lebih jauh, puasa dapat mempengaruhi hormon yang mengatur nafsu makan, seperti ghrelin dan leptin.

    Meskipun ghrelin (hormon lapar) mungkin meningkat pada awal puasa, adaptasi jangka panjang sering kali mengarah pada regulasi nafsu makan yang lebih baik dan penurunan keinginan untuk makan berlebihan.

    Dengan demikian, puasa tidak hanya membantu mengurangi asupan kalori secara langsung tetapi juga dapat membantu dalam mengembangkan kebiasaan makan yang lebih sadar dan terkontrol, mendukung pengelolaan berat badan jangka panjang.

  3. Peningkatan Otophagi dan Regenerasi Seluler

    Puasa adalah pemicu kuat untuk proses otophagi, sebuah mekanisme pembersihan seluler di mana sel-sel tubuh mendaur ulang komponen-komponen yang rusak atau tua.

    Proses ini sangat penting untuk menjaga kesehatan sel dan mencegah akumulasi limbah seluler yang dapat berkontribusi pada penyakit dan penuaan.

    Otophagi memungkinkan sel untuk membersihkan diri, mendaur ulang protein yang salah lipat, dan menghilangkan organel yang disfungsional, sehingga meningkatkan efisiensi seluler secara keseluruhan.

    Penelitian yang dipublikasikan di Nature dan oleh pemenang Hadiah Nobel Yoshinori Ohsumi telah mengidentifikasi peran kunci otophagi dalam berbagai proses biologis, termasuk respons imun, metabolisme, dan pencegahan penyakit neurodegeneratif.

    Selama puasa, ketika nutrisi terbatas, sel-sel mengaktifkan jalur otophagi sebagai strategi untuk bertahan hidup dan mengoptimalkan penggunaan energi dari sumber internal.

    Aktivasi ini tidak hanya membersihkan sel tetapi juga memicu sintesis komponen seluler baru, yang mengarah pada peremajaan sel.

    Peningkatan otophagi melalui puasa telah dikaitkan dengan potensi perpanjangan umur dan perlindungan terhadap berbagai kondisi patologis, termasuk kanker dan penyakit Alzheimer.

    Dengan menghilangkan “sampah” seluler, otophagi membantu mengurangi peradangan kronis dan stres oksidatif, dua faktor utama dalam perkembangan penyakit degeneratif.

    Oleh karena itu, praktik puasa dapat dianggap sebagai metode alami untuk meningkatkan kemampuan tubuh dalam membersihkan dan meregenerasi sel pada tingkat mikroskopis, mendukung kesehatan dan vitalitas jangka panjang.

  4. Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah

    Puasa dapat memberikan dampak positif yang signifikan pada kesehatan kardiovaskular dengan memengaruhi beberapa faktor risiko utama.

    Praktik ini telah terbukti membantu menurunkan kadar kolesterol LDL (kolesterol jahat) dan trigliserida, sambil berpotensi meningkatkan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik).

    Penurunan profil lipid yang tidak sehat ini sangat penting untuk mengurangi pembentukan plak aterosklerotik di arteri, yang merupakan penyebab utama penyakit jantung koroner dan stroke.

    Selain itu, puasa juga berkontribusi pada penurunan tekanan darah, baik sistolik maupun diastolik, pada individu dengan hipertensi. Mekanisme ini melibatkan perbaikan fungsi endotel (lapisan dalam pembuluh darah) dan pengurangan peradangan sistemik.

    Sebuah tinjauan dalam Circulation Research menyoroti bagaimana puasa dapat memodulasi jalur sinyal yang terlibat dalam regulasi tekanan darah, sehingga membantu menjaga elastisitas pembuluh darah dan aliran darah yang optimal.

    Efek gabungan pada lipid dan tekanan darah ini memberikan perlindungan komprehensif terhadap penyakit jantung.

    Lebih lanjut, puasa dapat mengurangi penanda peradangan seperti protein C-reaktif (CRP) dan sitokin pro-inflamasi, yang merupakan prediktor independen risiko kardiovaskular.

    Dengan menekan respons inflamasi kronis, puasa membantu mencegah kerusakan pada dinding pembuluh darah dan mengurangi risiko pembekuan darah yang tidak diinginkan.

    Kombinasi dari perbaikan profil lipid, penurunan tekanan darah, dan efek anti-inflamasi menjadikan puasa sebagai strategi yang menjanjikan untuk mempromosikan kesehatan jantung dan mengurangi beban penyakit kardiovaskular global.

  5. Peningkatan Fungsi Otak dan Neuroproteksi

    Puasa telah diteliti karena efek neuroprotektifnya dan kemampuannya untuk meningkatkan fungsi kognitif. Selama puasa, tubuh beralih ke pembakaran keton sebagai sumber energi, yang merupakan bahan bakar yang efisien untuk otak.

    Keton tidak hanya menyediakan energi alternatif tetapi juga memiliki efek neuroprotektif, membantu melindungi neuron dari kerusakan. Perubahan metabolik ini dapat meningkatkan kejernihan mental dan fokus pada beberapa individu.

    Penelitian oleh Mark Mattson dan timnya di National Institute on Aging telah menunjukkan bahwa puasa dapat meningkatkan produksi faktor neurotropik yang diturunkan dari otak (BDNF).

    BDNF adalah protein penting yang mendukung pertumbuhan neuron baru, meningkatkan sinapsis, dan melindungi sel-sel otak yang ada dari degenerasi.

    Peningkatan BDNF ini berkorelasi dengan peningkatan plastisitas otak, memori, dan kemampuan belajar, memberikan dasar biologis untuk peningkatan kognitif yang diamati.

    Selain itu, puasa dapat membantu mengurangi peradangan saraf dan stres oksidatif di otak, dua faktor yang berkontribusi pada perkembangan penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer dan Parkinson.

    Dengan mempromosikan otophagi di sel-sel otak, puasa membantu membersihkan protein yang rusak dan akumulasi limbah yang dapat mengganggu fungsi neuron.

    Potensi puasa untuk meningkatkan kesehatan otak dan melindunginya dari kerusakan menjadikannya area penelitian yang menarik untuk pencegahan dan manajemen gangguan neurologis.

  6. Pengurangan Peradangan (Inflamasi)

    Peradangan kronis merupakan pendorong utama banyak penyakit modern, termasuk penyakit jantung, diabetes, kanker, dan gangguan autoimun.

    Puasa telah terbukti memiliki efek anti-inflamasi yang kuat dengan mengurangi produksi sitokin pro-inflamasi dan menekan jalur sinyal inflamasi dalam tubuh.

    Selama periode puasa, terjadi penurunan kadar glukosa dan insulin, yang dapat mengurangi aktivasi sel-sel imun yang terkait dengan peradangan.

    Studi yang dipublikasikan dalam Nutrition Research dan jurnal terkait lainnya telah menunjukkan penurunan signifikan pada penanda inflamasi seperti protein C-reaktif (CRP) dan interleukin-6 (IL-6) pada individu yang melakukan puasa.

    Efek anti-inflamasi ini sebagian dimediasi oleh perubahan dalam komposisi mikrobiota usus dan peningkatan produksi keton, seperti beta-hidroksibutirat (BHB), yang memiliki sifat anti-inflamasi intrinsik.

    BHB dapat menghambat inflamasom NLRP3, sebuah kompleks protein yang berperan penting dalam respons inflamasi.

    Dengan mengurangi peradangan sistemik, puasa dapat membantu meringankan gejala kondisi inflamasi kronis dan berpotensi memperlambat perkembangan penyakit yang terkait dengan inflamasi. Ini juga mendukung penyembuhan dan pemulihan tubuh.

    Kemampuan puasa untuk memodulasi respons imun dan mengurangi beban inflamasi menjadikannya alat yang menjanjikan dalam strategi kesehatan preventif dan terapeutik untuk berbagai kondisi yang dipengaruhi oleh peradangan.

  7. Peningkatan Umur Sel dan Anti-Penuaan

    Puasa memicu serangkaian jalur biologis yang terkait dengan perpanjangan umur dan perlambatan proses penuaan. Salah satu mekanisme utama adalah aktivasi sirtuin, sekelompok protein yang berperan penting dalam regulasi metabolisme, perbaikan DNA, dan respons stres seluler.

    Sirtuin diaktifkan dalam kondisi pembatasan kalori, yang meniru efek puasa, dan telah terbukti memperpanjang umur pada berbagai organisme model.

    Selain itu, puasa meningkatkan otophagi, proses pembersihan seluler yang menghilangkan komponen seluler yang rusak dan disfungsional, seperti yang dijelaskan sebelumnya.

    Dengan membersihkan sel dari akumulasi sampah molekuler, otophagi membantu mempertahankan fungsi seluler yang optimal dan mencegah penuaan dini.

    Proses ini juga dapat memengaruhi panjang telomere, tutup pelindung pada ujung kromosom, yang memendek seiring bertambahnya usia dan dikaitkan dengan penuaan seluler.

    Penelitian juga menunjukkan bahwa puasa dapat memodulasi jalur pensinyalan yang terlibat dalam pertumbuhan dan proliferasi sel, seperti jalur mTOR (mammalian target of rapamycin) dan IGF-1.

    Penekanan jalur-jalur ini selama puasa dapat mengurangi risiko pertumbuhan sel yang tidak terkontrol dan kerusakan DNA, yang merupakan faktor penting dalam proses penuaan dan perkembangan kanker.

    Dengan demikian, puasa menawarkan pendekatan alami untuk mendukung kesehatan seluler dan berpotensi memperlambat laju penuaan biologis.

  8. Peningkatan Kesehatan Usus dan Mikrobioma

    Puasa dapat memberikan jeda yang dibutuhkan bagi sistem pencernaan, memungkinkan usus untuk beristirahat dan memperbaiki dirinya sendiri. Periode istirahat ini dapat mengurangi beban kerja pada organ pencernaan dan memungkinkan pemulihan lapisan usus.

    Selain itu, puasa dapat memengaruhi komposisi dan keragaman mikrobiota usus, kumpulan triliunan mikroorganisme yang mendiami saluran pencernaan dan memainkan peran krusial dalam kesehatan.

    Studi awal menunjukkan bahwa puasa dapat mendorong pertumbuhan bakteri usus yang menguntungkan dan mengurangi populasi bakteri yang berpotensi merugikan.

    Perubahan ini dapat meningkatkan integritas penghalang usus, mengurangi permeabilitas usus (“leaky gut”), dan menurunkan peradangan sistemik yang berasal dari usus.

    Mikrobiota usus yang sehat sangat penting untuk pencernaan yang efisien, sintesis vitamin, dan modulasi sistem kekebalan tubuh.

    Dengan memperbaiki keseimbangan mikrobioma dan kesehatan lapisan usus, puasa dapat berkontribusi pada peningkatan kesehatan pencernaan secara keseluruhan dan mengurangi risiko gangguan pencernaan seperti sindrom iritasi usus besar (IBS) dan penyakit radang usus (IBD).

    Efek ini juga memiliki implikasi yang lebih luas untuk kesehatan sistemik, mengingat hubungan erat antara kesehatan usus dan kondisi seperti obesitas, diabetes, dan bahkan kesehatan mental.

    Puasa menawarkan cara alami untuk mendukung ekosistem usus yang seimbang dan fungsional.

  9. Potensi Pencegahan Kanker

    Meskipun penelitian masih terus berkembang, puasa menunjukkan potensi dalam strategi pencegahan dan terapi tambahan untuk kanker. Mekanisme yang mendasari termasuk penurunan kadar insulin dan IGF-1, hormon pertumbuhan yang diketahui memicu proliferasi sel kanker.

    Dengan menekan jalur pensinyalan ini, puasa dapat menciptakan lingkungan yang kurang kondusif bagi pertumbuhan dan penyebaran sel kanker.

    Selain itu, puasa menginduksi otophagi, yang dapat membantu menghilangkan sel-sel prakanker atau sel yang rusak sebelum mereka berkembang menjadi tumor ganas.

    Beberapa penelitian praklinis, seperti yang dilakukan oleh Dr. Longo dan rekan-rekannya, menunjukkan bahwa puasa dapat membuat sel kanker lebih rentan terhadap kemoterapi sambil melindungi sel-sel sehat.

    Ini dikenal sebagai “diferensial stress sensitization” atau “diferensial stress resistance”.

    Efek anti-inflamasi puasa juga relevan dalam pencegahan kanker, karena peradangan kronis merupakan faktor risiko yang diketahui untuk banyak jenis kanker.

    Dengan mengurangi peradangan sistemik dan stres oksidatif, puasa dapat membantu mencegah kerusakan DNA dan mutasi sel yang dapat memicu karsinogenesis.

    Namun, penting untuk dicatat bahwa puasa sebagai terapi kanker harus selalu dilakukan di bawah pengawasan medis yang ketat dan tidak menggantikan perawatan standar.

  10. Peningkatan Metabolisme dan Pembakaran Lemak

    Puasa dapat secara signifikan meningkatkan laju metabolisme dan kemampuan tubuh untuk membakar lemak sebagai sumber energi.

    Setelah periode puasa tertentu, tubuh beralih dari penggunaan glukosa yang berasal dari makanan menjadi pemanfaatan glikogen yang tersimpan, dan kemudian beralih ke pembakaran lemak tubuh.

    Proses ini, yang dikenal sebagai fleksibilitas metabolik, memungkinkan tubuh untuk beradaptasi dengan efisien terhadap ketersediaan energi yang berbeda.

    Peningkatan metabolisme lemak ini didukung oleh peningkatan kadar norepinefrin (noradrenalin), hormon yang dapat meningkatkan laju metabolisme basal dan memicu pelepasan asam lemak dari jaringan adiposa.

    Studi yang diterbitkan dalam American Journal of Clinical Nutrition telah menunjukkan bahwa puasa singkat dapat meningkatkan pengeluaran energi istirahat, meskipun efek ini mungkin bervariasi antar individu.

    Kemampuan tubuh untuk lebih efisien membakar lemak sangat menguntungkan untuk pengelolaan berat badan dan komposisi tubuh.

    Fleksibilitas metabolik yang ditingkatkan melalui puasa juga berarti tubuh menjadi lebih baik dalam beralih antara sumber energi yang berbeda, yang merupakan tanda kesehatan metabolik yang baik.

    Ini dapat mengurangi ketergantungan pada asupan karbohidrat yang konstan dan membantu menghindari “crash” energi yang sering terjadi setelah makan besar.

    Dengan melatih tubuh untuk lebih efektif menggunakan cadangan lemak, puasa membantu mengoptimalkan efisiensi energi dan mendukung metabolisme yang lebih responsif.

  11. Pengelolaan Tekanan Darah

    Puasa dapat menjadi intervensi non-farmakologis yang efektif untuk pengelolaan tekanan darah tinggi atau hipertensi.

    Penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik telah diamati pada individu yang melakukan puasa, baik puasa intermiten maupun puasa yang lebih lama di bawah pengawasan.

    Mekanisme yang mendasari termasuk penurunan berat badan, peningkatan sensitivitas insulin, dan pengurangan peradangan sistemik, yang semuanya berkontribusi pada kesehatan kardiovaskular.

    Selain itu, puasa dapat memengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh, serta fungsi ginjal, yang berperan penting dalam regulasi tekanan darah.

    Sebuah meta-analisis yang diterbitkan dalam Journal of the American Heart Association menunjukkan bahwa puasa dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang signifikan pada populasi tertentu.

    Efek ini dapat mengurangi beban pada pembuluh darah dan jantung, sehingga mengurangi risiko komplikasi serius terkait hipertensi seperti stroke dan gagal jantung.

    Penting untuk dicatat bahwa individu dengan kondisi medis yang mendasari, terutama yang sedang mengonsumsi obat tekanan darah, harus berkonsultasi dengan profesional kesehatan sebelum memulai praktik puasa.

    Namun, bagi banyak orang, puasa dapat menjadi tambahan yang berharga untuk gaya hidup sehat yang bertujuan untuk menjaga tekanan darah dalam kisaran normal. Dengan demikian, puasa menawarkan pendekatan holistik untuk mendukung kesehatan kardiovaskular secara menyeluruh.

  12. Peningkatan Kualitas Tidur

    Meskipun respons individu dapat bervariasi, beberapa bukti menunjukkan bahwa puasa dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas tidur setelah periode adaptasi. Puasa dapat membantu menyelaraskan ritme sirkadian tubuh, jam internal yang mengatur siklus tidur-bangun.

    Dengan membatasi asupan makanan pada jendela waktu tertentu, puasa intermiten dapat memperkuat sinyal yang diterima tubuh mengenai kapan harus waspada dan kapan harus beristirahat.

    Perbaikan dalam regulasi gula darah dan sensitivitas insulin yang dicapai melalui puasa juga dapat berdampak positif pada tidur. Fluktuasi gula darah yang ekstrem dapat mengganggu tidur, menyebabkan insomnia atau bangun di malam hari.

    Dengan menstabilkan kadar gula darah, puasa dapat menciptakan lingkungan internal yang lebih kondusif untuk tidur yang nyenyak dan restoratif. Selain itu, penurunan peradangan sistemik juga dapat mengurangi gangguan tidur yang disebabkan oleh ketidaknyamanan fisik.

    Meskipun pada awalnya puasa mungkin menyebabkan gangguan tidur pada beberapa orang karena rasa lapar atau adaptasi tubuh, efek jangka panjang sering kali melibatkan peningkatan efisiensi tidur dan waktu tidur nyenyak.

    Penelitian di bidang ini masih terus berkembang, namun potensi puasa untuk mendukung ritme sirkadian yang sehat dan mengurangi faktor-faktor yang mengganggu tidur menjadikannya area yang menarik untuk eksplorasi lebih lanjut dalam konteks kesehatan tidur.

  13. Dukungan Proses Detoksifikasi Seluler

    Istilah “detoksifikasi” sering kali disalahpahami, namun dalam konteks ilmiah, puasa memang mendukung proses pembersihan internal tubuh pada tingkat seluler.

    Ketika tubuh berpuasa, ia tidak lagi sibuk memproses makanan yang masuk, sehingga dapat mengalihkan energi dan sumber daya untuk pemeliharaan dan perbaikan.

    Ini termasuk aktivasi jalur-jalur yang bertanggung jawab untuk menghilangkan produk limbah metabolik dan sel-sel yang rusak.

    Mekanisme utama di balik ini adalah otophagi, yang telah dibahas sebelumnya, di mana sel-sel membersihkan diri dari komponen-komponen yang tidak berfungsi, termasuk protein yang salah lipat dan organel yang rusak.

    Proses ini esensial untuk menjaga homeostasis seluler dan mencegah akumulasi zat-zat yang dapat menjadi toksik jika dibiarkan menumpuk. Dengan memicu otophagi, puasa secara efektif memfasilitasi “pembersihan” internal yang mendalam.

    Selain otophagi, puasa juga dapat mendukung fungsi hati dan ginjal, organ utama yang bertanggung jawab untuk memproses dan menghilangkan toksin dari tubuh. Dengan mengurangi beban pencernaan, organ-organ ini dapat lebih fokus pada tugas detoksifikasi mereka.

    Peningkatan antioksidan endogen dan penurunan stres oksidatif juga berkontribusi pada kemampuan tubuh untuk menetralisir dan mengeluarkan senyawa berbahaya. Dengan demikian, puasa dapat dianggap sebagai cara alami untuk mengoptimalkan kemampuan pembersihan dan pemeliharaan tubuh.

  14. Peningkatan Energi dan Kejernihan Mental

    Meskipun mungkin ada periode awal kelelahan atau “brain fog” saat tubuh beradaptasi dengan puasa, banyak individu melaporkan peningkatan tingkat energi dan kejernihan mental setelah beradaptasi. Pergeseran ke metabolisme keton memainkan peran sentral dalam manfaat ini.

    Keton, khususnya beta-hidroksibutirat (BHB), menyediakan sumber energi yang stabil dan efisien untuk otak, yang dapat menghasilkan fungsi kognitif yang lebih baik dan fokus yang berkelanjutan.

    Stabilisasi kadar gula darah juga berkontribusi pada peningkatan energi dan kejernihan mental.

    Dengan tidak adanya fluktuasi gula darah yang drastis yang sering terjadi setelah makan karbohidrat tinggi, tubuh dapat mempertahankan energi yang lebih konsisten tanpa mengalami “sugar crash”.

    Ini membantu menghindari kelelahan pasca-makan dan menjaga tingkat kewaspadaan yang lebih stabil sepanjang hari. Peningkatan BDNF, seperti yang disebutkan sebelumnya, juga mendukung fungsi otak yang lebih baik.

    Selain itu, puasa dapat mengurangi peradangan sistemik dan stres oksidatif, yang keduanya dapat berkontribusi pada kelelahan dan penurunan fungsi kognitif. Dengan membersihkan sel-sel dan mengurangi beban inflamasi, tubuh dapat berfungsi lebih efisien.

    Banyak praktisi puasa melaporkan rasa vitalitas dan fokus yang meningkat, menunjukkan bahwa adaptasi metabolik yang dipicu oleh puasa dapat secara signifikan meningkatkan kualitas hidup sehari-hari melalui peningkatan energi dan kejernihan mental.

Artikel Terkait

Bagikan:

Artikel Terbaru